KISAH SANG PENENUN EKSKLUSIF

Begitulah semut rangrang, berwujud semut namun perilakunya berbeda dengan semut kebanyakan. Sayang, keberadaannya mulai terancam akibat pemburu larva semut yang menjadikannya santapan burung klangenan.

Penulis: Ferry Widjaja, di Jakarta
Hutan sunyi sepi. Hanya gemerisik angin menggesek dedaunan. Tapi ada satu hal yang hampir luput dari pandangan, yaitu berlembar daun “bergerak sendiri”, nun di ketinggian nan sepi di pucuk pohon. Pemandangan serupa terlihat juga di sisi pohon besar yang tak kalah sunyi.

Ternyata, lembaran daun itu tidak berjalan sendiri. Beberapa puluh ekor semut rangrang (Oecophylla smaragdina) menariknya, atau bahkan membengkokkannya beramai-ramai. Mereka sedang membuat sarang. Kerjasama mengagumkan dari ratusan warga suatu koloni. Semua bekerja keras, semua berperan aktif.

Namun pemandangan ini bukan hanya ada di tengah hutan sepi. Di sekitar kita, bisa saja terjadi di pohon mangga, jambu air, coklat, kedondong, nangka, kemuning, atau pohon lain di pekarangan tetangga.

Menjahit daun
Setelah dirasa sarang lama semakin sempit oleh warga yang terus menetas, maka diputuskan untuk membuat sarang baru. Puluhan semut pekerja disebar mencari tempat yang nyaman dan strategis. Tanpa perlu rapat terbatas bertele-tele, sebatang dahan segera ditetapkan.

Beberapa detik kemudian, daun sudah dibengkokkan. Tanpa dikomando, para pekerja lainnya menghampiri lalu beramai-ramai menarik daun itu. Jika daunnya terlalu lebar, atau ada dua daun harus disatukan, mereka membuat jembatan hidup untuk menjangkaunya, lalu yang sebagian mundur sambil naik ke punggung kawan di belakangnya, hingga daun melengkung dan bisa disatukan.

Sebagian pekerja buru-buru balik ke sarang lama, mengambil larva yang telah dibesarkan secara khusus. Cepat mereka datangi teman-teman yang terus memegangi tepian daun dengan kaki dan rahangnya. Larva digosokkan maju mundur pada bagian daun yang dipersatukan itu.

Ajaib, sutra yang keluar dari lubang di bawah larva seolah menjahit daun-daun itu. Begitu terus, berulang-ulang, sampai sarang baru itu cukup rapat dan kuat. Tak salah bila semut rangrang juga disebut semut penenun (weaver ants).

Adapun larva spesial itu memiliki kelenjar sutra yang lebih besar dari rata-rata, tapi mempunyai ukuran lebih kecil sehingga semut pekerja mudah membawanya. Bert Holldobler dan Edward O. Wilson, dalam bukunya The Ants malah mengatakan, larva penenun ini hidup hanya sebagai produsen sutra.

Antigula
Ada gula ada semut, itu sekadar peribahasa kosong bagi semut rangrang. Taburkanlah sebutir gula, bahkan sekilogram gula di dekat sarangnya, dijamin tak bakal mereka sentuh. Pasti semut spesies lain yang datang merubung.

Mengapa begitu? Ini lantaran semut rangrang lebih menyukai protein ketimbang gula. Protein mereka peroleh dengan memangsa serangga lain, seperti kepik hijau, ulat pemakan daun, bahkan ngengat yang lagi santai di bawah daun. Itulah yang menjadikannya semut “eksklusif”.

Sebagai pengganti gula, Mas Rangrang ini menjadikan embun madu (Honey Dew) ibarat makanan sumber gula favorit sepanjang zaman. Lalu apakah si embun manis ini datang bersama kabut pagi hari? Oh, bukan. Embun madu diproduksi oleh kutu pohon orde hemiptera dan homoptera.

Tak jarang para Mbak Kutu ini diboyong para lelanang rangrang ke sarang mereka untuk dinikmati rekan-rekannya sekoloni. Atau, nah ini, mereka akan membuat sarang di pohon yang sering ditandangi para kutuwati nan manis.

Dari mana datangnya madu berupa embun itu? Embun madu merupakan hasil sisa atau kelebihan gula yang dialami serangga penghasil madu, saat mereka mengisap floem atau nutrisi pohon yang dihinggapinya. Sedemikian asyik mereka mengisap, sampai lupa diri, hingga akibatnya mereka kelebihan nutrisi.

Sayangnya, nutrisi lebih itu dikeluarkan melalui anus. Lebih sayang lagi, masyarakat semut rangrang sudah gelap mata, tak perduli lagi dari lubang mana madu disedot.

Namun, semut rangrang bukan makhluk tak tahu terima kasih yang melupakan begitu saja jasa orang lain. Mereka menawarkan simbiosis mutualisme terhadap para kutuwan dan kutuwati itu. “Kami jadi bodyguard elo-elo pade. Setuju?” begitu kira-kira isi negosiasi di antara para makhluk Tuhan tersebut.

Tentulah kaum kutu setuju, sebab hidup mereka pun terancam para predator. Akhirnya, bersenjatakan rahang yang kuat dan taring seperti gunting, serta tubuh liat kuat, pasukan semut rangrang siap menjadi pengayom masyarakat kutu. Karenanya, jika ada predator nekat berani mendekat, kontan para satria rangrang datang memberangsang secara kerubutan. Jika apes tak sempat kabur, sang predator bakal tewas terbantai tanpa saksi.

Masuk resep favorit
Larva semut rangrang, ah sayang, cukup populer di kalangan pecinta burung dan nelayan di negeri Kolam Susu ini. Campuran larva dan pupa semut rangrang laku dijual sebagai menu favorit kaum burung peliharaan.

Diketahui, kandungan proteinnya cukup bermanfaat bagi burung-burung dalam sangkar yang tak bisa mengoplos sendiri larva dan pupa itu. Bahkan, ikan-ikan di laut pun tiba-tiba menjadi rakus jika menemui oplosan itu ada di habitatnya. Karuan saja, para abang nelayan akan memanen hasil meluber tanpa menyadari akan jasa semut rangrang.

Berita menyenangkan datang dari Cina, India, hingga ke benua Australia, sebab semut rangrang juga dijumpai populasinya di sana. Hanya, yang menyedihkan, manusia yang tak puas-puasnya menambah ragam menu makanan di meja makan, mencoba memasukkan semut rangrang ke dalam daftar resep mereka. Ternyata, kata mereka, rasanya gurih dan enak.

Akankah semut rangrang di masa depan hanya tinggal kenangan? Jangan, jangan sampai kita kehilangan si penenen kecil nan eksklusif.

Penjaga kebun

Daya pesona honey dew dalam memikat semut rangrang, sering digunakan para petani buah untuk merangsang si merah rangrang datang bergelombang. Disebutkan oleh Paul Van Melle dan Nguyen Thio Thu Cuc, dalam buku mereka Semut Sahabat Petani, kehadiran semut rangrang di pohon buah amat didambakan para petani buah.

Mengapa? Semut rangrang terbukti efektif sebagai pengusir hama. Karenanya, Pak Tani bisa memanen buah lebih banyak, dan – ini yang penting – mereka tak perlu lagi menggunakan pestisida untuk membasmi hama.

Sejarah mencatat, kaum petani buah jeruk di negeri Cina telah menggunakan secara gratis jasa semut rangrang sebagai penjaga kebun, selama lebih dari seribu tahun lalu.

Flona-Intisari, No. 532 TH. XLIV - NOVEMBER 2007